Farmasi (bahasa Inggris: pharmacy, bahasa Yunani: pharmacon, yang berarti: obat)
merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi
dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab
memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik
farmasi termasuk praktik farmasitradisional seperti peracikan dan penyediaan
sediaan obat, serta pelayanan farmasimodern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan
keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat. Kata farmasi berasal
dari kata farma (pharma). Farma merupakan
istilah yang dipakai pada tahun 1400 - 1600an.
Institusi farmasi Eropa pertama
kali berdiri di Trier, Jerman, pada tahun 1241 dan
tetap eksis sampai dengan sekarang.
Farmasis (apoteker) merupakan gelar profesional dengan keahlian di
bidang farmasi. Farmasis biasa bertugas di institusi-institusi baik pemerintahan
maupun swasta seperti badan pengawas
obat/makanan, rumah sakit, industri
farmasi, industri obat tradisional,apotek, dan di berbagai sarana kesehatan.
Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal
penggunaan obat tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional (dukun).
Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua profesi sekaligus, yaitu
profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi kefarmasian (meramu dan
menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).
Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M.
pada zaman kebudayaan Mesir dan Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk
tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain. Saat itu juga sudah
dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat. Pengetahuan
tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada zaman
Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar ilmiah dalam
pengobatan. Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios atau Aesculapius (7
S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios yang dililiti ular saat
ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran), sedangkan cawan atau mangkok
Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang kefarmasian.
Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya
dilakukan dalam biara, yang telah menghasilkan berbagai tulisan tentang obat
dan pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah itu, sampai saat ini
dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan. Perkembangan
kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan
terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.
Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240
di Sisilia, Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict)
yang secara legal (menurut undang-undang) mengatur pemisahan farmasi dari
pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan ”Magna Charta”
dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan
sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan
seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. ”Magna Charta”
kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan
Sumpah Apoteker.
Farmasi Sebagai Sains
Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau
dikelompokkan dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi
diversifikasi bidang ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu, yang berakar dari
kajian filsafat, yaitu Seni (Arts), Etika (Ethics), dan Sains (Science). Di
satu pihak Farmasi tergolong seni teknis (technical arts) apabila ditinjau dari
segi pelayanan dalam penggunaan obat (medicine); di lain pihak Farmasi dapat
pula digolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science).
Dalam tinjauan pengelompokan bidang ilmu
atau kategori di atas digunakan
kriteria :
1. Obyek ontologis. Di sini ditinjau
obyek apa yang ditelaah sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut. Sebagai
contoh, obyek ontologis dalam bidang Ekonomi ialah hubungan manusia dan benda
atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup; obyek telaah pada Manajemen
ialah kerja sama manusia dalam mencapai tujuan yang telah disetujui bersama;
obyek ontologis pada Farmasi ialah obat dari segi kimia dan fisis, segi
terapetik, pengadaan, pengolahan sampai pada penyerahannya kepada yang
memerlukan.
2. Landasan epistemologis, yaitu cara atau
metode apa yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Contoh
landasan Epistemologis Matematika ialah logika deduktif; landasan epistemologis
kebiasaan sehari-hari ialah pengalaman dan akal sehat; landasan epitemologis
Farmasi ialah logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis,
yang dinamakan pula metode logiko-hipotetiko-verifikatif.
3. Landasan aksiologis,
yaitu mempertanyakan apa nilai kegunaan pengetahuan tersebut. Nilai kegunaan
pencak silat, matematika dan farmasi sudah jelas berbeda. Dalam hal ini nilai
kegunaan atau landasan aksiologis Farmasi dan Kedokteran itu sama karena
kedua-duanya bertujuan untuk kesehatan manusia.
Sebagai ilmu, Farmasi menelaah obat sebagai ”materi”,
baik yang berasal dari alam maupun sintesis (sama dengan bidang Kimia dan
Fisika) dan menggunakan metode logiko-hipotetiko-verifikatif sebagai metode
telaah yang sama seperti digunakan pada bidang Ilmu Pengetahuan Alam. Oleh
karena itu, Farmasi merupakan ilmu yang dapat dikelompokkan dalam bidang Sains.
Perhatian utama para dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang menulis
resep ialah pada efek obat pada penderita, nilai terapetika, dan toksiologinya. Para perawat
bertugas untuk memberikan obat, tanggap terhadap bentuk sediaan obat, dan
terhadap manifestasi toksisnya. Maka ahli Farmasi (Farmasis) itulah
satu-satunya ahli mengenai obat. Ia diberikan tanggung jawab legal untuk
menangani obat dan pengetahuan segala sesuatu mengenai obat itu adalah tanggung
jawab profesinya. Tidak ada program studi lain selain Farmasi yang memberikan
dasar-dasar pengetahuan lengkap mengenai segala sesuatu yang perlu diketahui
tentang obat. Jadi hanya seorang Farmasis yang mempunya kompetensi keahlian
obat secara lengkap.
Farmasis Komunitas (Community Pharmacist)
Farmasis atau Apoteker memberikan kesan umum bahwa tempat kerja seorang
farmasi hanyalah di Apotik, yaitu salah satu tempat pengabdian
profesi seorang Apoteker. Seorang Farmasis di Apotik langsung berhadapan dengan
masyarakat sehingga fungsi tersebut dikelompokkan dalam Farmasi Masyarakat
(Community Pharmacy). Fungsi Farmasis Masyarakat di Apotik merupakan kombinasi
seorang profesional dan wiraswastawan. Dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah No. 25/80 tentang Apotik, bahwa Apotik adalah tempat pengabdian
profesi seorang Apoteker, maka makin besar harapan yang diberikan pemerintah
kepada para Farmasis, baik dari segi jumlah tenaga farmasi maupun dari segi
kemampuan profesionalnya.
Farmasi Rumah Sakit (Hospital Pharmacy)
Farmasi Rumah Sakit ialah pekerjaan kefarmasiaan yang dilakukan di rumah
sakit pemerintah maupun swasta. Fungsi kefarmasian ini yang sudah sangat
berkembang di negara maju, juga sudah mulai dirintis di Indonesia dengan
pembukaan program spesialisasi Farmasi Rumah Sakit. Jumlah kebutuhan Farmasis
di rumah sakit di masa depan akan semakin meningkat karena 3 hal :
1. Faktor pertambahan penduduk.
2. Meningkatnya kebutuhan untuk perawatan yang lebih
baik di rumah sakit.
3. Fungsi dan peranan Farmasis Rumah Sakit akan
lebih meningkat dalam berbagai aspek mengenai penggunaan dan pemantauan obat.
Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Mata rantai sebagai perantara industri farmasi dan masyarakat dalam hal
penyaluran obat ialah Pedagang Besar Farmasi (PBF). Di luar negeri PBF ini
mempunyai tenaga Farmasis terdaftar sebagai supervisor disebabkan oleh sifat
khas produk yang ditanganinya itu sehubungan dengan peraturan
perundang-undangan. Di Indonesia hanya dipersyaratkan tenaga menengah farmasi
(Asisten Apoteker = AA) sebagai penanggungjawab, mengingat belum cukup
tersedianya tenaga ahli berpendidikan tinggi.
PBF sangat berperanan sebagai sumber penyalur obat dari berbagai industri
farmasi yang secara cepat dapat melayani kebutuhan Farmasis Komunitas
(Apoteker) untuk secara cepat pula melayani kebutuhan penderita akan obat. PBF
juga mengurangi beban finansial Apoteker dalam hal menyimpan stok obat dalam
jumlah besar dan menjembatani kerumitan negosiasi dengan ratusan industri
farmasi sebagai produsen obat.
Industri Farmasi
Farmasis di industri farmasi terlibat pula dalam fungsi pemasaran produk,
riset dan pengembangan produk, pengendalian kualitas, produksi dan administrasi
atau manajemen. Fungsi perwakilan pelayanan medis (medical service
representative) atau ”detailman” yang bertugas dan langsung berhubungan dengan
Dokter dan Apoteker untuk memperkenalkan produk yang dihasilkan industri
farmasi mungkin juga dijabat seorang Farmasis atau tenaga ahli lain. Namun
paling ideal apabila fungsi itu dipegang seorang Farmasis atau tenaga ahli
lain. Namun paling ideal apabila fungsi itu dipegang seorang Farmasis karena
latar belakang pengetahuannya. Saat ini memang tidak banyak Farmasis yang
mengisi jabatan ini karena jumlahnya belum mencukupi, dan lebih dibutuhkan di
tempat pengabdian profesi yang lain. Peningkatan karir jabatan ini dapat
mencapai tingkat supervisor dalam pemasaran produk, dan direktur pemasaran
produk dalam organisasi industri farmasi.
Pada unit produksi dan pengendalian kualitas (quality control) industri
dipersyaratkan seorang Apoteker. Untuk bidang riset dan pengembangan (R & D
= Research and Development) biasanya diperlukan lulusan pendidikan
pascasarjana, meskipun bukan merupakan persyaratan.
Instansi Pemerintah
Departemen Kesehatan adalah instansi pemerintah yang paling banyak menyerap
tenaga Farmasis, terutama Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Minuman
(DitJen POM) dan jajaran Pusat Pemeriksaan Obat (PPOM) dan Balai Pemeriksaan
Obat dan Makanan (Balai POM) di daerah. Demikian pula Bidang Pengendalian
Farmasi dan Makanan pada setiap Kantor Wilayah Departemen Kesehatan (sekarang
dihapus, hanya ada Dinas Kesehatan Propinsi) dan jajaran Dinas Kesehatan sampai
ke Daerah Tingkat II dan Gudang Farmasi. Fungsi utama Farmasis pada instansi
pemerintah ialah administrastif, pemeriksaan, bimbingan dan pengendalian. Sejak
tahun 2001, telah terjadi perubahan struktur, Direktorat Jendral POM tidak lagi
bernaung di bawah Departemen Kesehatan, tetapi menjadi Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM) yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Demikian
pula struktur Balai (besar,kecil) POM di daerah tingkat I, yang langsung berada
di bawah Badan POM, tidak berada di dalam Dinas Kesehatan Propinsi.
Departemen HANKAM, juga memerlukan Farmasis yang terutama berfungsi pada
bagian logistik dan penyaluran obat dan alat kesehatan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan merekrut Farmasis untuk jabatan dosen di perguruan tinggi.
Sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka fungsi seorang Farmasis ialah dalam
bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Persyaratan untuk diterima menjadi dosen akan ditingkatkan menjadi lulusan
Pascasarjana, atau mempunyai Sertifikat Mengajar Program PEKERTI/AA (Pengembangan
Keterampilan Dasar Teknik Instruksional/Applied Approach), yaitu program
penataran dosen dalam aktivitas instruksional atau proses belajar mengajar.
Sebagai tenaga kesehatan, seorang Farmasis atau Apoteker diwajibkan untuk
mengabdi pada negara selama 3 tahun setelah lulus ujian Apoteker sebelum dapat
berpraktek swasta perorangan. Wajib kerja sarjana ini dikenal sebagai Masa
Bakti Apoteker (MBA) yang dapat dilaksanakan pada instansi pemerintah seperti
tersebut di atas atau penugasan khusus dari Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan sebagai wakil Menteri Kesehatan di daerah. Dengan dihapuskannya
Kantor Wilayah, tugas ini diambil alih Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Wartawan Farmasi (Pharmaceutical Journalism)
Profesi ini mulai berkembang di luar negeri bagi Farmasis yang memperoleh
latihan khusus dalam kewartawanan dan mempunyai bakat menulis dan mengedit.
Pekerjaan ini diperlukan oleh instansi pemerintah atau industri farmasi untuk
publikasi, mengedit atau menulis tulisan yang berlatar belakang kefarmasian.
Manajemen Perusahaan
Khususnya instansi swasta banyak memerlukan tenaga ahli berlatar belakang
kefarmasian dengan berkembangnya organisasi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Untuk ini diperlukan pendidikan tambahan, misalnya Magister
Manajemen (MBA = Master of Business Administration).
Farmasi(Obat) |